KORUPSI
Istilah
korupsi berasal dari bahasa latin : Corruption dan Corruptus yang mempunyai
arti buruk, bejad, menyimpang dari kesucian, perkataan menghina, atau
memfitnah.
Sedangkan pengertian korupsi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S. Poerwadarminta) adalah sebagai perbuatan curang, dapat disuap, dan tidk bermoral. adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi maupun orang lain.sedangkan di dunia internasional pengertian korupsi
berdasarkan Black Law Dictionary yang mempunyai arti bahwa suatu perbuatan yan dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya "sesuatu perbuatan dari suatu yang resmi atau kepercayaan seseorang yang mana dengan melanggar hukum dan penuh kesalahan memakai sejumlah keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan tugas dan kebenaran-kebenaran lainnya
Sedangkan pengertian korupsi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S. Poerwadarminta) adalah sebagai perbuatan curang, dapat disuap, dan tidk bermoral. adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi maupun orang lain.sedangkan di dunia internasional pengertian korupsi
berdasarkan Black Law Dictionary yang mempunyai arti bahwa suatu perbuatan yan dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya "sesuatu perbuatan dari suatu yang resmi atau kepercayaan seseorang yang mana dengan melanggar hukum dan penuh kesalahan memakai sejumlah keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan tugas dan kebenaran-kebenaran lainnya
penyebab
seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau
kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak
mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara
berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi. Jadi, jika
menggunakan cara pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu penyebab
korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan
yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan. Korupsi
dengan demikian kiranya akan terus berlangsung, selama masih terdapat kesalahan
tentang cara memandang kekayaan. Semakin banyak orang salah dalam memandang
kekayaan, maka semakin besar pula kemungkinan orang akan melakukan kesalahan
dalam mengakses kekayaan
Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan.
Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan
yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di
pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan
di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan
ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan
ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis
kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan
sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi.
Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai
demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan
membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat,
korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal,
ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan
perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi
mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul
berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat
aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos
niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan
yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya
mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor
publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang
mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah
kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang
akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan
syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain.
Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan
menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu
faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di
Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan
perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya
diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada
diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan
diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari
semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan,
melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari
Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian
modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah
utang luar negeri mereka sendiri.
(Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya
pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur
Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan
politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset
pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi
para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, diluar jangkauan
dari ekspropriasi di masa depan.
Kesejahteraan Umum Negara
Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberikan
ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan
pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu
contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi
perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME).
Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan
kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu
mereka.
Bagi Rakyat Miskin
Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi
kehidupan masyarakat miskin di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan
Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan
anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah satunya
contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama sekali tidak
mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut ; harga-harga
kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi ; biaya pendidikan semakin mahal,
dan pengangguran bertambah.
Tanpa disadari, masyarakat miskin telah menyetor 2 kali
kepada para koruptor. Pertama, masyarakat miskin membayar kewajibannya kepada
negara lewat pajak dan retribusi, misalnya pajak tanah dan retribusi puskesmas.
Namun oleh negara hak mereka tidak diperhatikan, karena “duitnya rakyat miskin”
tersebut telah dikuras untuk kepentingan pejabat. Kedua, upaya menaikkan
pendapatan negara melalui kenaikan BBM, masyarakat miskin kembali “menyetor”
negara untuk kepentingan para koruptor, meskipun dengan dalih untuk subsidi
rakyat miskin. Padahal seharusnya negara meminta kepada koruptor untuk
mengembalikan uang rakyat yang mereka korupsi, bukan sebaliknya, malah menambah
beban rakyat miskin.
Fenomena korupsi terjadi mulai dari pejabat di Pusat
(Jakarta), sampai pamong di tingkat desa atau dusun. Pejabat tidak lagi
memiliki kepedulian terhadap masyarakat miskin yang terus menerus menderita.
Pejabat tanpa rasa salah dan malu terus menerus menyakiti hati rakyatnya.
Bahkan disaat Presiden SBY memerangi setan korupsi ini, DPR dengan entengnya
justeru meminta Dana Serap Aspirasi. Ini menjadi bukti dan tanda bahwa korupsi
adalah budaya, bukan aib yang memalukan. Pemerintah yang seharusnya menjadi
mandat rakyat untuk memajukan pembangunan dan mensejahterakan rakyatnya justeru
seperti “Antara Ada Dan Tiada “. Masyarakat bingung dan saya sendiri sempat
merinding bulu kuduk ketika hampir setiap pagi di berita-berita media eletronik
maupun media cetak tertulis dan tersiar banyak pejabat yang ditahan karena
diduga sebagai pelaku korupsi. Bahkan di kota kita tercinta ini, masih segar
dalam ingatan kita yaitu korupsi di tubuh Dinas Kesehatan Promal melalui
pengadaan Alkes.
Dampak
positif dari korupsi sebenarnya tidak ada,tapi bagi yang melakukan tindakan
korupsi mungkin ada dampak positifnya.Misalnya:Dia dapat bersenang-senang
dengan temannya atau pun dengan keluarganya
Sedangkan dampak negatifnya banyak sekali
Jadi,tidak ada dampak positif dari tindakan korupsi bagi siapa pun
Sedangkan dampak negatifnya banyak sekali
Jadi,tidak ada dampak positif dari tindakan korupsi bagi siapa pun
Nazaruddin
Sjamsuddin
Karirnya melejit semenjak mendapat gelar M.A. dan Ph. D. dalam ilmu politik dari Universitas Monash, Melbourne, Australia. Pria kelahiran Bireuen, Aceh, 5 November 1944 itu kemudian berkarir dalam dunia akademis sebagai Guru Besar di Universitas Indonesia. Dan pada 2001, dia menjabat sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak tahun 2001.
Hingga pada 20 Mei 2005, dia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di KPU. Dia dianggap merugikan negara dalam kasus pengadaan asuransi kecelakaan diri yang dibayarkan untuk para pekerja pemilu.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi lalu mengganjarnya dengan hukuman penjara selama tujuh tahun pada 14 Desember 2005. Dia juga harus membayar denda sebesar Rp300 juta dan membayar uang pengganti Rp5,03 miliar secara tanggung renteng dengan Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin.
Karirnya melejit semenjak mendapat gelar M.A. dan Ph. D. dalam ilmu politik dari Universitas Monash, Melbourne, Australia. Pria kelahiran Bireuen, Aceh, 5 November 1944 itu kemudian berkarir dalam dunia akademis sebagai Guru Besar di Universitas Indonesia. Dan pada 2001, dia menjabat sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak tahun 2001.
Hingga pada 20 Mei 2005, dia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di KPU. Dia dianggap merugikan negara dalam kasus pengadaan asuransi kecelakaan diri yang dibayarkan untuk para pekerja pemilu.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi lalu mengganjarnya dengan hukuman penjara selama tujuh tahun pada 14 Desember 2005. Dia juga harus membayar denda sebesar Rp300 juta dan membayar uang pengganti Rp5,03 miliar secara tanggung renteng dengan Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin.
Like THIS :
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di BDariku
Belum ada komentar untuk "Pengertian dan Keterkaitan Tentang Korupsi"
Posting Komentar